DariAisyah radhiyallahu 'anha: Aku berkata: Wahai Rasulullah, aku punya dua tetangga, kepada siapakah aku memberikan hadiah? Beliau bersabda: Berikut ini yang bukan kandungan surah Ad-Dhuha adalah .. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.Arti al-Kaafirun adalah Arti dari lafal لَكُمْ دِينُكُمْ yaitu
Surat An Nisa’ ayat 8 adalah ayat tentang warisan dan perbuatan baik. Berikut ini arti, tafsir dan kandungan maknanya. Keseluruhan Surat An Nisa’ النساء merupakan surat madaniyah. Aisyah radhiyallahu anha mengatakan, surat ini baru diturunkan setelah Rasulullah serumah dengan Aisyah di Madinah. Demikian pula ayat 8 ini juga termasuk ayat madaniyah. Surat An Nisa’ Ayat 8 dan ArtinyaTafsir Surat An Nisa’ Ayat 81. Tuntunan Waris dan Berbuat Baik kepada Kerabat2. Berbuat Baik kepada Anak Yatim dan Orang Miskin3. Pemberian Sekadarnya, Bukan Seperti Warisan4. Berkata yang BaikKandungan Surat An Nisa’ Ayat 8 Berikut ini Surat An Nisa’ Ayat 8 dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا Wa idzaa hadlorol qismata ulul qurbaa wal yataamaa wal masaakiinu farzuquuhum minhu waquuluu lahum qoulam ma’ruufaa ArtinyaDan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu sekadarnya dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. Baca juga Ayat Kursi Tafsir Surat An Nisa’ Ayat 8 Tafsir Surat An Nisa’ Ayat 8 ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, dan Tafsir Al Munir. Harapannya, agar bisa terhimpun banyak faedah yang kaya khazanah tetapi tetap ringkas. Kami memaparkannya menjadi beberapa poin dimulai dari redaksi ayat dan artinya. Kemudian tafsirnya yang merupakan intisari dari tafsir-tafsir di atas. 1. Tuntunan Waris dan Berbuat Baik kepada Kerabat Poin pertama Surat An Nisa’ ayat 8 ini berisi anjuran untuk berbuat baik kepada kerabat saat pembagian waris. وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, Yakni jika kerabat yang bukan ahli waris hadir saat pembagian warisan, hendaknya mereka juga mendapatkan pemberian. Ibnu Katsir menjelaskan, sebagian ulama berpendapat bahwa ini anjuran yang hukumnya sunnah. Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar juga mencantumkan pendapat sebagaian ulama bahwa hukumnya sunnah. Namun, beliau juga sependapat dengan Said bin Jubair bahwa hukumya wajib. Para ulama berselisih pendapat apakah hal ini sudah di-mansukh atau tidak. Imam Bukhari dan Az Zuhri termasuk yang berpendapat yang kedua. Bahwa ayat ini muhkam dan tetap berlaku. Buya Hamka juga menegaskan pendapat serupa. Demikian pula Sayyid Qutb. “Kami tidak melihat indikasi yang menunjukkan kemansukhannya. Bahkan kami melihatnya muhkamat dan hukum wajib memberikan bagian kepada ulul qurba, kerabat yang bukan ahli waris, dalam kondisi-kondisi seperti yang kami sebutkan,” kata Sayyiq Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. 2. Berbuat Baik kepada Anak Yatim dan Orang Miskin Tak hanya untuk kerabat, ayat ini juga menganjurkan berbagi kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin. وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ anak yatim dan orang miskin, Mengapa kerabat yang bukan ahli waris, anak-anak yatim, dan orang miskin yang hadir harus mendapatkan pemberian? Menurut Buya Hamka, ini sebagai obat untuk hati dan menghilangkan iri hati. “Obatilah hati mereka dan usahakanlah menghilangkan rasa iri hati mereka karena menjadi penonton orang membagi-bagi rezeki dengan tiba-tiba karena kematian seseorang,” tulis Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. Jika harta warisannya tidak berlimpah, setidaknya pemberian itu dalam bentuk jamuan makan. Ibnu Sirin mengatakan, ketika Ubaidah mengurus suatu surat wasiat, ia memerintahkan menyembelih kambing dan membagikan makanan itu kepada kerabat orang tersebut, anak-anak yatim dan orang-orang miskin. “Seandainya tidak ada ayat ini, niscaya biaya ini kuambil dari hartaku.” 3. Pemberian Sekadarnya, Bukan Seperti Warisan Pemberian seperti apa untuk kerabat bukan ahli waris, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin yang Surat An Nisa’ ayat 8 maksudkan? فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ maka berilah mereka dari harta itu sekadarnya “Apabila dalam pembagian warisan hadir orang-orang fakir dari kerabat si mayit yang bukan ahli waris, hadir pula orang-orang miskin dan anak-anak yatim, sedangkan harta si mayit sangat banyak. Ketika mereka melihat si ini dapat warisan, si ini dapat warisan, tebersit pula keinginan mereka mendapatkan pemberian tetapi tidak ada harapan karena mereka bukan ahli waris. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang memerintahkan agar diberikan kepada mereka suatu pemberian dari harta warisan itu dalam jumlah sekadarnya. Sebagai sedekah buat mereka, sebagai kebaikan dan silaturahmi kepada mereka, sekaligus untuk menghapuskan ketidakberdayaan mereka,” terang Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Sedangkan Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar berpendapat, yang memberikan sedekah itu adalah orang yang mendapat warisan. Sebab mereka mendapatkan banyak harta secara tiba-tiba, maka patutlah mereka memberi kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Baca juga Surat Al Isra’ Ayat 26-27 4. Berkata yang Baik Poin keempat Surat An Nisa’ ayat 8 ini berisi perintah berkata yang baik. وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, Allah memerintahkan qaulan ma’rufa atau bertutur kata yang baik kepada semua orang, terlebih dengan para kerabat. Qaulan ma’rufa قولا معروفا adalah perkataan, permintaan maaf dan penolakang yang baik, halus, sopan, dan tidak menyinggung perasaan. Apa hubungannya dengan pemberian dan sedekah? Jangan sampai memberi sedekah tetapi kata-katanya menyakiti si penerima. Sebab hal itu bisa menghapus pahala sedekah sebagaimana firman-Nya الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti perasaan si penerima, mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. QS. Al Baqarah 262 Selain itu, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menjaga lisan. Hanya berkata yang baik. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam Arbain Nawawi 15 مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. HR. Bukhari dan Muslim Baca juga Isi Kandungan Surat An Nisa’ Ayat 8 Kandungan Surat An Nisa’ Ayat 8 Berikut ini adalah isi kandungan Surat An Nisa’ Ayat 8 Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, tolong-menolong, dan menyambung ini memerintahkan untuk memberikan bagian/sedekah kepada kerabat yang bukan ahli waris, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin yang hadir saat pembagian warisan. Terutama jika warisan itu sangat pemberian tersebut adalah sekadarnya, tidak seperti warisan yang jumlahnya sangat banyak berdasarkan ketentuan sebagaimana hak ini memerintahkan untuk bertutur kata yang baik kepada siapa saja, terutama kepada kerabat. Juga berkata yang baik kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin, jangan menyakiti mereka. Demikian Surat An Nisa’ ayat 8 mulai dari tulisan Arab dan latin, terjemah dalam bahasa Indonesia, tafsir dan isi kandungan maknanya. Semoga bermanfaat, memotivasi kita untuk menyambung kekerabatan, suka berbagi, dan menjaga lisan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah] AbuBakar menjawab, "adalah yang ada di kandungan binti Kharijah - yakni istrinya Habibah yang tengah hamil- padahal menurut persepsi saya sebelumnya ia adalah seorang budak wanita, namun yang kenyataannya adalah seperti yang dikatakan oleh Abu Bakar Radhiyallahu `Anhu dan Ummu Kultsum lahir setelah wafatnya. MANTRA SUKABUMI – Beberapa waktu silam sempat viral lagu yang berjudul “Aisyah istri Rasulallah”. Lagu tersebut merupakan ciptaan grup band asal negeri Ziran Malaysia. Yang kemudian banyak di cover oleh penyanyi dari Indonesia. Lagu tersebut menjadi tranding Youtube, bahkan cover dari Annisa Rakhman hampir mencapai 20 juta dibalik viralnya lagu tersebut ada pro dan kontra. Sebab dalam lagu tersebut dianggap sebagian liriknya kurang memiliki sopan santun terhadap Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha. Baca Juga Dahsyatnya Kekuatan Doa dan Ikhtiar, Simak Penjelasannya Mengapa demikinan? Sebab dalam pengucapan nama Sayyidah Aisyah radhiyallau anha hanya disebutkan nama “Aisyah” saja, yang kemudian dianggap tidak sopan menyebut nama seorang yang dimuliakan hanya dengan kata “Aisyah” saja. Dikutip Tim Mantra Sukabumi dari laman NU Online berikut sedikit gambaran singkat kisah Sayyidah Aisyah radhiyallahu anha. Sayyidah Aisyah radhiyallahu anha adalah istri ketiga Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalaam. setelah Sayyidah Khadijah radhiyallau anha dan Sayyidah Saudah binti Zam’ah. Baca Juga Lagu Aisyah Istri Rasulallah Jadi Trending di YouTube Hingg Capai 10 Juta Lebih Viewers Ayah dari Sayyidah Aisyah radhiyallahu anha adalah Sayyidina Abu Bakar bin Abu Quhafah, sementara itu ibunya adalah Ummu Ruman. Ia dikenal sebagai orang yang sangat cerdas, berwawasan luas, penuh cinta, juga banyak meriwayatkan hadits Nabi Shalallahu 'alaihi wassalaam. Sayyidah Aisyah merupakan satu-satunya gadis yang dinikahi oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalaam. Dalam hal ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai usia pernikahan Sayyidah Aisyah. Ada yang berpendapat, usianya enam atau tujuh tahun ketika dinikahi dan 10 tahun saat diajak Nabi untuk berumah tangga.
BiografiAhli Hadits Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu 'anha
KISAH KETELADANAN IBUNDA AISYAH RADHIYALLAHU ANHASegala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusanNya. Amma ba’duBerikut ini adalah rangkaian dari kisah perjalanan hidup Ibunda kaum muslimin, istri Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, yang beliau nikhai dirinya manakala baru berusia enam tahun, dan membangun rumah tangga dengannya ketika dirinya genap berusia sembilan shalallahu alaihi wa sallam mengabarkan pada kita semua, bahwa dirinya termasuk wanita yang paling dicintai olehnya, bahkan orang yang paling dicintai dari seluruh manusia, beliau tidak pernah menikah dengan seorang gadis kecuali Allah azza wa jalla telah menurunkan ayat khusus berkaitan dengan kesucian dirinya, yang mana ayat tersebut bisa terus dibaca sampai hari kiamat kelak. Dan tidak pernah turun wahyu dipangkuan seorang wanita dari istri-istri beliau melainkan dirinya, ada saat yang begitu memuliakan dirinya tatkala dirinya mengurusi Nabi shalallahu alaihi wa sallam disaat hidup, ketika sakit dan pada detik-detik terakhir kehidupan sakit, beliau sering bertanya dimana giliran saya sekarang, beliau meninggal sedang kepalanya berada dipangkuannya, bersandar diantara dada dan lehernya. Tidaklah Nabi meninggal melainkan beliau ridho dengan dirinya, dan beliau dimakamkan shidiqah binti shidiq, wanita nan suci Aisyah binti Abu Bakar Shidiq, Abdullah bin Abu Qufahah al-Quraiys at-Taimi, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebuah kisah yang menjelaskan tentang kedudukan Aisyah dimata Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam. Hadits tersebut dinukil dari Hisyam dari ayahnya yang menceritakan“Para sahabat biasa mengakhirkan untuk memberi hadiah pada saat gilirannya Aisyah. Hal tersebut menjadikan para madunya berkumpul pada ummu Salamah dan mengatakan padanya; Demi Allah, orang-orang lebih memilih ketika memberi hadiah pada harinya Aisyah, dan kami pun ingin mendapat kebaikan seperti yang diinginkan oleh Allah, coba kamu utarakan kepada Rasulallah supaya orang-orang juga memberi hadiah pada giliran istri yang Ummu Salamah mengutarakan keinginan istri-istri Nabi kepada beliau. Akan tetapi, beliau tidak mengomentari. Tatkala tiba pada gilirannya, Ummu Salamah mencoba mengutarakan kembali hal tersebut, namun beliau justru berpaling tidak mengomentarinya, manakala pada tiga kalinya ia mengutarakan hal itu, Nabi shalallahu alaihi wa sallam menjawabقال رسول الله صلى الله عليه وسلم يَا أُمَّ سَلَمَةَ لَا تُؤْذِينِي فِي عَائِشَةَ فَإِنَّهُ وَاللَّهِ مَا نَزَلَ عَلَيَّ الْوَحْيُ وَأَنَا فِي لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا » [أخرجه البخاري و مسلم]“Wahai Ummu Salamah, jangan engkau ganggu aku tentang Aisyah, sungguh demi Allah, tidak pernah wahyu itu turun sedang aku berada dipangkuan seseorang wanita diantara kalian kecuali dirinya“. HR Bukhari no 3775. Muslim no Dzahabi menyebutkan “Ayahnya membawa Aisyah ikut serta berhijrah, dan menikah bersama Nabi shalallahu alaihi wa sallam sebelum peristiwa hijrah tersebut setelah kematian shidiqah Khadijah binti Khuwailid. Tepatnya sebelum hijrah kurang lebih belasan bulan sebelumnya. Ada yang mengatakan dua tahun Rasulallah membangun rumah tangga bersamanya pada bulan syawal, dua tahun setelah terjadinya peperangan Badar. Sedangkan dia ketika itu berusia Sembilan tahun. Dan tidak diketahui ada pada umat Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, bahkan bisa dikatakan pada seluruh wanita dikalangan umatnya ada seorang wanita yang lebih fakih dari pada dirinya. Dia adalah istri Nabi ketika didunia dan akhirat nanti, lantas, apakah ada suatu hal yang lebih membanggakan dari ini semua?.[1]Dalam sebuah hadits, Aisyah menceritakan tentang proses perkawinannya bersama Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam. Beliau mengkisahkan تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَنَزَلْنَا فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ خَزْرَجٍ فَوُعِكْتُ فَتَمَرَّقَ شَعَرِي فَوَفَى جُمَيْمَةً فَأَتَتْنِي أُمِّي أُمُّ رُومَانَ وَإِنِّي لَفِي أُرْجُوحَةٍ وَمَعِي صَوَاحِبُ لِي فَصَرَخَتْ بِي فَأَتَيْتُهَا لَا أَدْرِي مَا تُرِيدُ بِي فَأَخَذَتْ بِيَدِي حَتَّى أَوْقَفَتْنِي عَلَى بَابِ الدَّارِ وَإِنِّي لَأُنْهِجُ حَتَّى سَكَنَ بَعْضُ نَفَسِي ثُمَّ أَخَذَتْ شَيْئًا مِنْ مَاءٍ فَمَسَحَتْ بِهِ وَجْهِي وَرَأْسِي ثُمَّ أَدْخَلَتْنِي الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِنَّ فَأَصْلَحْنَ مِنْ شَأْنِي فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضُحًى فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia enam tahun, kemudian kami hijrah ke Madinah. Lalu singgah tinggal di tempatnya kaum Bani Harits bin Khazraj. Disana aku mencukur rambutku, setelah itu ibuku Ummu Ruman mendatangiku, sedangkan diriku pada saat itu lagi bermain-main bersama teman sebayaku. Beliau berteriak memanggilku, aku pun mendatanginya, saya tidak tahu apa yang diinginkan oleh ibuku, beliau lantas menggandeng tangan saya hingga sampai didepan pintu rumah, sampai nafasku tersengal karena cepatnya dalam berjalan, sampai akhirnya sedikit tenang. Setelah itu ibuku menggambil sedikit air, lalu mengusap wajah dan rambutku, kemudian membawaku masuk ke dalam rumah. Ketika masuk, ternyata didalam sudah banyak wanita dari kalangan Anshar didalam rumah, ketika melihatku mereka mengatakan Kebaikan untukmu, semoga selalu dalam barokah dan kebahagian’. Selanjutnya aku diserahkan pada mereka oleh ibuku, yang kemudian aku didandani, dan tidaklah aku dipertemukan bersama Rasulallah melainkan pada waktu dhuha. Kemudian mereka menyerahkan diriku pada beliau, sedangkan diriku pada saat itu berusia Sembilan tahun“. HR Bukhari no 3894. Muslim no keutamaan beliau yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam shahihnya, dari haditsnya Aisyah radhiyallahu anha, beliau menceritakan Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam pernah berkata padakuقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أُرِيتُكِ فِى الْمَنَامِ ثَلاَثَ لَيَالٍ جَاءَنِى بِكِ الْمَلَكُ فِى سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ فَيَقُولُ هَذِهِ امْرَأَتُكَ. فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكِ فَإِذَا أَنْتِ هِىَ فَأَقُولُ إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Diperlihatkan dirimu selama tiga malam berturut-turut dalam mimpiku, malaikat mendatangiku sambil membawamu dalam kain sutera. Lalu ia mengatakan Ini adalah calon istrimu’, maka aku buka penutup diwajahnya dan ternyata itu adalah dirimu. Sehingga aku berkata Kalau sekiranya mimpi ini datang dari sisi Allah, pasti akan benar terjadi“. HR Bukhari no 5125. Muslim no redaksi Imam Tirmidzi, disebutkan “Malaikat tersebut mengatakan Ini adalah istrimu di dunia dan akhirat“. HR at-Tirmidzi no Bukhari dan Muslim juga membawakan sebuah hadits yang menunjukan tentang kedudukan beliau, dari Amr bin Ash radhiyallahu anhu, beliau termasuk sahabat yang masuk Islam pada tahun ke delapan Hijriyah, dirinya pernah bertanya Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam “Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau mengatakan “Aisyah”. Aku bertanya kembali “Dari kalangan laki-laki? Beliau menjawab “Ayahnya“. HR Bukhari no 3662. Muslim no Dzahabi pernah menyatakan “Hadits ini merupakan berita yang benar, yang menghancurkan muka orang-orang syiah Rafidhoh, dimana Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidaklah mencintai seseorang melainkan karena kebaikannya. Yang mana beliau pernah bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً مِنْ أُمَّتِى لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ ومودته » [أخرجه البخاري و مسلم]“Kalau sekiranya aku boleh mengambil kekasih dari kalangan umatku, tentulah aku menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi, yang ada adalah persaudaraan Islam serta kasih sayang“. HR Bukhari no 466. Muslim no melanjutkan “Nabi mencintai manusia terbaik dari kalangan umatnya, demikian pula mencintai wanita terbaik dari kalangan umatnya. Maka barangsiapa yang membenci orang yang dicintai oleh Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, ketahuilah bahwa dirinya telah menjadi orang yang amat membenci Allah dan RasulNya. Karena kecintaan Rasulallah kepada Aisyah adalah perkara yang sudah sangat gamblang, bukankah kalian mendengar bagaimana para sahabat lebih memilih untuk memberi hadiah kepada Rasulallah pada saat gilirannya Aisyah, hal itu tidak lain, karena mereka mengharap hal tersebut lebih menyenangkannya”.[2]Dalam sebuah hadits yang menunjukan tentang keutamaan dirinya, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa radhiyallahu anhu, dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كَمَلَ مِنْ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Laki-laki yang sempurna itu sangatlah banyak, dan dari kalangan wanita, tidak ada yang sempurna kecuali Maryam puterinya Imran, Asiyah istrinya Fir’aun, dan kelebihan Aisyah dibanding wanita yang lain adalah seperti garam pada semua makanan“. HR Bukhari no 3769. Muslim no sebuah riwayat, Aisyah pernah mengatakanمَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ مِنْ كَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا [أخرجه البخاري و مسلم]“Tidak pernah aku merasa cemburu atas maduku yang lain melebihi kecemburuanku pada Khadijah, disebabkan terlalu seringnya Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam menyebut dirinya“. HR Bukhari no 3817. Muslim no mengomentari hadits diatas seraya mengatakan “Ini merupakan perkara yang sangat mengherankan bagaimana Aisyah bisa cemburu kepada perempuan tua yang sudah meninggal sebelum dirinya dinikahi oleh Nabi shalallahu alaihi wa sallam beberapa waktu lamanya. Kemudian dirinya di jaga oleh Allah ta’ala dari rasa cemburu terhadap wanita lainnya yang bersama-sama menjadi istri Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Ini menunjukan rahmat yang Allah turunkan kepadanya, juga pada Nabi shalallahu alaihi wa sallam, supaya kehidupan rumah tangga keduanya tidak kemungkinan lain, dirinya merasa cemburu lebih sedikit pada yang lain dan tidak pada Khadijah karena disebabkan kecintaanya Nabi shalallahu alaihi wa sallam atas Khadijah. semoga Allah meridhoinya dan meridhoi Aisyah”.[3]Allah ta’ala telah menurunkan dalam al-Qur’an yang terus bisa dibaca sampai hari kiamat tentang kesuciannya. Dan ini berawal dari kisah dusta yang dibuat oleh orang-orang munafik. Berkata Ibnu Hajar al-Haitsami –setelah membawakan hadits yang menjelaskan kisah berita dusta tersebut- beliau mengatakan “Dari hadits ini diketahui bahwa siapa saja yang menuduh Aisyah telah berbuat zina maka dirinya telah kafir. Sebagaimana hal tersebut sudah dinyatakan secara gamblang oleh para ulama kita serta yang lainnya. Karena hal tersebut sama dengan mendustakan nash al-Qur’an, sedangkan orang yang mendustakannya adalah kafir menurut kesepakatan kaum hadits ini juga menunjukan kafirnya kebanyakan orang-orang Rafidhah dikarenakan mereka menuduh Aisyah telah berbuat zina, semoga Allah membinasakan mereka dimanapun mereka berada”. [4]Sedangkan Syaikh Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan, seraya menukil ucapannya sebagian ahli bait “Adapun tuduhan mereka pada Aisyah seperti yang mereka lakukan sekarang maka itu perbuatan kafir, yang mengeluarkanya dari agama. Dan tidak cukup hanya dicambuk dalam hukumannya, karena dirinya secara tidak langsung telah mendustakan lebih dari tujuh belas ayat dari al-Qur’an –sebagaimana telah lewat yang paling pantas, hukuman bagi orang yang menuduh Ibunda kaum mukminin, yang suci, istri Rasulallah didunia dan akhirat berbuat zina adalah di bunuh karena dirinya telah murtad, sebagaimana telah shahih dalilnya akan hal tersebut. dan dia termasuk dalam barisannya tokoh munafik tulen Abdullah bin Ubay bin Salul, gembongnya orang-orang munafik”.[5]Adalah Nabi shalallahu alaihi wa sallam begitu mencintai Aisyah dan beliau tidaklah mencintainya melainkan karena kebaikannya. Sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah ta’alaوَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ “Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula”. [an-Nuur/24 26].Dimana dirinya telah meraih kemulian dalam mengurusi Nabi shalallah alaihi wa sallam disaat sakit dan pada detik-detik akhir kehidupannya. Hal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, dari haditsnya Aisyah radhiyallah anha. Beliau menceritakan“Rasulallah shalallah alaihi wa sallam meninggal didalam rumah dan pada saat giliranku, beliau meninggal diatas dada dan hari itu, Abdurahman bin Abu Bakar masuk ke rumahku, sedang bersamanya ada siwak yang masih basah, maka Nabi memandangi terus pada siwak tersebut, sehingga aku berpikir beliau aku berinisiatif memintanya dari saudaraku Abdurahman, lalu aku gigit kemudian aku haluskan sampai rapi setelah itu aku kasihkan kepada beliau, selanjutnya beliau bersiwak yang belum pernah aku melihat beliau bersiwak dengan cara sebaik pada saat itu, kemudian beliau memberikan siwak tersebut padaku, namun keburu jatuh aku pegangi beliau, lalu aku berdo’a kepada Allah azza wa jalla dengan do’a yang biasa dibacakan Jibril alihi sallam pada saat beliau sakit, begitu pula do’a tersebut biasa beliau bacakan untuk dirinya disaat sakit, namun pada sakitnya ini beliau belum berdo’a dengan do’a beliau mengangkat pandangannya ke arah langit lalu mengatakan Ditempat yang tinggi, di tempat yang tinggi’. Maksudnya beliau memilih tempat untuk puji bagi Allah yang telah menyatukan antara air lidahku dan air lidahnya didetik-detik terakhir disaat dirinya menuntaskan hari-harinya didunia”. HR Ahmad 40/261-262 no Hasan bin Tsabit radhiyallah anhu memuji Aisyah didalam bait sya’irnyaKesucian menjadi pakaiannya, tidak ada keraguan lagi Cukuplah itu sebagai bukti akan kehormatannyaDirinya lebih dermawan dari Lu’ay bin Ghalib Kedermawananya membawa pada kemulian Suci, dimana Allah telah mensucikan kepribadiannya Membersihkan dari tiap kejelekan dan kedustaanJika dirimu telah berkata seperti yang disangka sekelompok kaum Maka diriku tidak akan mempercayainyaBagimana tidak tergerak untuk diriku Membela keluarga Rasul, tempat merujuk segala soalDan Aisyah radhiyallah anha termasuk orang yang paling paham tentang silsilah arab, bait-bait syair mereka, serta seorang yang fakih, dimana banyak dari kalangan para pembesar sahabat yang mengembalikan sebuah permasalahan untuk dimintai Imam az-Zuhari “Kalau seandainya dikumpulkan seluruh ilmu manusia dan istri-istri Nabi yang lainnya, tentu ilmunya Aisyah lebih luas dibanding ilmunya mereka semua”.Beliau juga sangat mahir tentang ilmu kedokteran, disebutkan oleh Hisyam bin Urwah “Belum pernah aku melihat orang yang lebih paham tentang ilmu kedokteran melebihi Aisyah. Sehingga pada suatu hari aku bertanya padanya Duhai bibiku, dari mana engkau belajar ilmu kedokteran? Beliau menjawab “Saya mendengar dari orang lain yang seringkali mensifati jenis obat dan penyakit lalu aku menghafalnya”.Beliau termasuk orang yang paling dermawan pada zamannya, didalam kisah yang menjelaskan akan tersebut sangatlah banyak. Pernah suatu ketika dirinya diberi hadiah oleh Mu’awiyah radhiyallahu anhu uang sebanyak seribu dirham, maka tidaklah sampai matahari tenggelam pada hari itu juga melainkan uang tersebut telah habis dibagi-bagikan untuk orang yang membutuhkannya.[6]Dirinya adalah contoh nyata dalam masalah tawadhu. Dijelaskan dalam sebuah hadits sebagaimana yang dibawakan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abu Mulaikah, beliau mengkisahkan“Bahwa pada suatu hari Ibnu Abbas meminta izin untuk masuk menemui Aisyah disaat sakit keras. Dia bergumam Aku khawatir dia Ibnu Abbas akan memujiku’. Maka ada yang mengatakan padanya Ibnu Abbas adalah anak dari paman Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, dan termasuk orang yang mempunyai kedudukan dihati kaum muslimin’. Baru setelah itu Aisyah berkata biarkan dirinya keduanya bertemu, Ibnu Abbas bertanya Bagaimana keadaanmu? Baik jika sekiranya aku bertakwa, jawab Aisyah. Engkau akan selalu dalam kebaikan insya Allah, istri Rasulallah, yang belum pernah sebelumnya beliau menikahi seorang gadis melainkan dirimu, dan telah turun udzur yang menyatakan kesucianmu dari atas langit’. Kata Ibnu Abbas panjang lebar keluar, masuklah Ibnu Zubair, maka Aisyah berkata padanya Ibnu Abbas barusan masuk dan memujiku yang aku berharap sekiranya aku menjadi orang yang dilupakan saja”. HR Bukhari no meninggal, beliau dimakamkan di Baqi’ pada tahun lima puluh tujuh Hijriyah tepatnya pada malam tujuh belas pertengahan bulan Ramadhan sesusai sholat witir. Dirinya berpesan agar dikubur pada malam hari itu juga, serta berwasiat supaya Abdullah bin Zubair anak lelaki dari saudara perempuannya, Asma yang mengurusi pemakamannya bersama saudara-saudaranya di Baqi’. Dan yang turun ke kuburnya pada saat itu ialah anak saudara perempuannya Abdullah dan Urwah bin Zubair, serta Abdullah keponakan dari saudara lelakinya Muhammad dan Abdullah keponakan dari anak saudara lelakinya yang mengimami sholat jenazahnya adalah Abu Hurairah yang menjadi gubernur Madinah pada waktu itu untuk khalifah Marwan bin Hakam. Sedangkan usainya pada saat itu adalah enam puluh tiga tahun lebih berapa Allah meridhoi Ibunda kaum mukminin Aisyah, serta memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin sebaik-baik kita panjatkan segala puji bagi Allah rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, pada keluarga beliau serta seluruh para sahabat.[Disalin dari فضائل أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها Penulis Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, PenerjemahAbu Umamah Arif Hidayatullah Editor Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. 2013 – 1434] ______ Footnote [1] Siyar alamu Nubala 2/135-140. [2] Siyar A’lamu Nubala 2/142. [3] Siyar a’lamu Nubala 2/165. [4] ash-Shawa’iqil Muhraqah karya Ibnu Hajar al-Haitami 1/193. [5] Risalah fii Ra’d ala Rafidhah oleh Syaikh Muhammad at-Tamimi hal 24-25. [6] Siyar a’lamu Nubala 2/185-187. Home /B2. Topik Bahasan8 Kisah.../Kisah Keteladanan Ibunda Aisyah...
SyaikhSyu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih) Kandungan hadits 1- Di antara keutamaan istri yang taat pada suami adalah akan dijamin masuk surga. Ini menunjukkan kewajiban besar istri pada suami adalah mentaati perintahnya. Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Berdasarkan fakta sejarah, para anbiya yg sukses dalam berdakwah ialah mereka yang didukung oleh keluarga istri yg sholehah Nabi Muhammad saw didukung oleh siti Khadijah ra, aisyah ra Dan lainnya, Nabi Ibrahim as didukung oleh siti Sarah as Dan siti Hajar as. maka perlu adanya muzakarah tentang maksud Dan tujuan,fadhilah, Cara mendapatkan sifat wanita sholehah. Tulisan ini Hanya kumpulan muzakarah yg bersumber dari catatan, bayan, Dan kitab Fadhilah Amal serta sedekah. Tentunya Karena keterbatasan penulis masih jauh dari kata sempurna. Semoga bermanfaat.
AbuIsa berkata; "Hadits ini adalah hadits hasan shahih." Telah menceritakan kepada kami [Suwaid bin Nashr] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Al Mubarak] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari [Abu Salamah] dari [Aisyah radliallahu 'anha] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Hadirnya hadits Aisyah Radhiyallahu Anha menjadi sumber penting bagi umat Islam dalam mengenal kehidupan Rasulullah SAW. Sebagai istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah memiliki keistimewaan tersendiri dalam meriwayatkan hadits-hadits penting yang tidak ditemukan dalam sumber-sumber lainnya. Namun, tidak semua hadits yang disebutkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Islam. Berikut ini adalah paparan mengenai hadits Aisyah Radhiyallahu Anha yang bukan Aisyah Radhiyallahu Anha adalah sebuah sumber Islam yang meriwayatkan anjuran, larangan, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW. Sebagai istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah memiliki keistimewaan dalam meriwayatkan hadits-hadits yang berasal dari sang suami. Hadits Aisyah Radhiyallahu Anha menjadi salah satu sumber penting dalam memahami ajaran Islam, terutama mengenai tata cara beribadah dan Bukan Kandungan dari Hadits Aisyah Radhiyallahu AnhaHadits Aisyah Radhiyallahu Anha terkenal karena banyaknya riwayat yang disampaikan olehnya. Namun, tidak semua riwayat yang disebutkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Islam. Berikut ini adalah beberapa hal yang bukan kandungan dari hadits Aisyah Radhiyallahu Anha yang Bukan Kandungan dari Hadits Aisyah Radhiyallahu Anha1Isu politik dan sosial2Isu keamanan dan konflik3Isu ekonomi dan bisnis4Isu kesehatan dan medisHal-hal yang disebutkan di atas bukanlah kandungan dari hadits Aisyah Radhiyallahu Anha, karena isunya tidak terkait dengan ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Hal yang Bukan Kandungan dari Hadits Aisyah Radhiyallahu AnhaHal yang bukan kandungan dari hadits Aisyah Radhiyallahu Anha adalah segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan ajaran Islam yang dianut oleh umat Islam. Isu politik, sosial, ekonomi, kesehatan, dan medis adalah contoh dari hal-hal yang bukan kandungan dari hadits Aisyah Radhiyallahu Anha. Oleh karena itu, tidak semua riwayat yang disebutkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Riwayat yang Bukan Kandungan dari Hadits Aisyah Radhiyallahu AnhaUntuk lebih memahami apa saja yang bukan kandungan dari hadits Aisyah Radhiyallahu Anha, berikut ini adalah beberapa contoh riwayat yang tidak terkait dengan ajaran IslamRiwayat Politik dan SosialSalah satu contoh riwayat politik dan sosial yang tidak terkait dengan ajaran Islam adalah tentang peran Aisyah Radhiyallahu Anha dalam konflik antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Aisyah pada masa Perang Jamal. Konflik ini terjadi setelah kematian Khalifah Utsman bin Affan, ketika beberapa tokoh Muslim berusaha untuk merebut kekuasaan sebagai pengganti Khalifah Utsman. Aisyah Radhiyallahu Anha ikut serta dalam perang ini dan menjadi penentang Ali bin Abi Thalib. Namun, riwayat ini tidak terkait dengan ajaran Islam dan tidak dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Ekonomi dan BisnisSalah satu contoh riwayat ekonomi dan bisnis yang tidak terkait dengan ajaran Islam adalah tentang perdagangan yang dilakukan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha. Aisyah diketahui memiliki kekayaan yang besar dan melakukan perdagangan dengan barang-barang seperti sutra dan pakaian. Namun, riwayat ini tidak terkait dengan ajaran Islam dan tidak dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Kesehatan dan MedisSalah satu contoh riwayat kesehatan dan medis yang tidak terkait dengan ajaran Islam adalah tentang penyakit yang diderita oleh Aisyah Radhiyallahu Anha. Aisyah diketahui menderita sakit selama beberapa waktu dan mengalami masa pemulihan yang panjang. Namun, riwayat ini tidak terkait dengan ajaran Islam dan tidak dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Memahami Hadits Aisyah Radhiyallahu AnhaMemahami hadits Aisyah Radhiyallahu Anha sangat penting bagi umat Islam dalam menjalankan ajaran Islam dengan benar. Hadits Aisyah Radhiyallahu Anha menjadi salah satu sumber utama dalam memahami tata cara beribadah dan moralitas yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, tidak semua riwayat yang disebutkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Islam, terutama yang tidak berkaitan dengan ajaran hadits Aisyah Radhiyallahu Anha menjadi sangat penting bagi umat Islam dalam menjalankan ajaran Islam dengan benar. Namun, tidak semua riwayat yang disebutkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan ajaran Islam, terutama yang tidak berkaitan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat mengenai hal-hal yang bukan kandungan dari hadits Aisyah Radhiyallahu Anha agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan dan menjalankan ajaran video of Memahami Hadits Aisyah Radhiyallahu Anha Yang Bukan Kandungannya Sebenarnyabanyak buah yang diabadikan dalam Al-Qur'an seperti anggur, kurma, pisang, delima dan lainnya. Tin dan Zaitun merupakan buah yang diberkahi Allah dan menjadi salah satu nama surat Al-Qur'an yaitu Surat At-Tin (surat ke-95 terdiri 8 ayat). Buah ini sering disebut sebagai buah surga. Keduanya memiliki keistimewaan dan khasiat luar
Suaminya adalah seorang Nabi, ayah dan ibunya adalah orang-orang yang pertama-tama masuk Islam, keluarganya adalah keluarga muslim pertama dalam sejarah, dan pernah mendapatkan pembelaan langsung dari Allah ketika nama baiknya dirusak orang-orang munafik, dia adalah Aisyah radhiyallahu anha. Mengapa Aisyah Radhiyallahu anha? Istri-istri Nabi, semuanya adalah orang-orang yang mulia dan terhormat, namun orang-orang munafik di zaman Nabi berusaha keras merusak nama baik Aisyah dengan menyebarkan tuduhan-tuduhan dan fitnah-fitnah. Orang-orang munafik ketika merusak nama baik Aisyah, sebenarnya mereka memiliki tujuan utama, yaitu Dengan merusak nama baik Aisyah, secara tidak langsung nama baik Nabi Muhammad juga akan rusak, dan jika nama baik Nabi rusak maka dengan sendirinya agama Islam juga rusak. Dengan merusak nama baik Aisyah, secara tidak langsung syari’at Islam juga akan rusak. Karena Aisyah menghafal dan meriwayatkan hadits-hadits Nabi dalam jumlah yang sangat banyak. Hingga disebutkan dalam kitab Fathul Bari’ bahwa seperempat ajaran Islam, diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anha. Sedangkan kita tahu bahwa salah satu sumber ajaran Islam adalah hadits. Jika penghafal hadits’ dirusak nama baiknya, maka hadits-hadits yang disampaikannya juga akan rusak, sehingga, ajaran Islam juga rusak. Inilah sebenarnya yang diinginkan orang-orang munafik ketika mereka merusak nama baik Aisyah Radhiyallahu anha. Meskipun demikian, usaha’ orang-orang munafik itu sia-sia saja. Allah berfirman إِنَّ الذينَ جاءُوْ بالإِفْك عُصْبَةٌ مِنْكُم لا تَحْسبُوه شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُو خَيرٌ لَكُمْ “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu.” [An-Nuur, 11] Dan inilah diantara alasan kenapa kita sangat butuh kepada riwayat hidup Aisyah Radhiyallahu anha yang penuh dengan kemuliaan dan kehormatan, tidak seperti yang dituduhkan’ orang-orang munafik dan orang-orang yang mengikuti orang-orang munafik dari zaman ke zaman. Hukum Menghina Aisyah dan Menuduhnya Berselingkuh Menghina orang yang beriman adalah perbuatan fasik, dosa besar, terlebih lagi yang dihina adalah istri-istri Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Tentu dosanya jauh lebih besar dari menghina orang yang beriman secara umum. Hingga ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa menghina Aisyah, menuduhnya berselingkuh, seperti yang dituduhkan orang-orang munafik di zaman dahulu, dia kafir dengan sebab tuduhannya itu. Ibnu Abidin rahimahullah berkata “Adapun menuduh Aisyah berselingkuh, maka tuduhan semacam ini adalah kekafiran, tanpa adanya perbedaan pendapat ulama.” Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah berkata “Siapa yang menuduh Aisyah dengan suatu tuduhan yang telah Allah bersihkan Aisyah dari tuduhan itu, maka dia kafir, tanpa ada perbedaan pendapat ulama, dan tidak hanya satu ulama telah menyatakan adanya kesepakatan tentang hal ini, dan tidak hanya satu ulama telah menegaskan hukum ini.” Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Umat Islam telah sepakat akan kafirnya orang yang menuduh Aisyah berselingkuh.” Imam Ibnu Katsir juga mengatakan hal yang sama dengan ulama-ulama sebelumnya, dan menjelaskan bahwa, sebab kafirnya orang yang menuduh Aisyah berselingkuh adalah karena orang tersebut sama saja menolak ayat Al-Quran yang menerangkan kebohongan tuduhan itu. Sebutan Kunyah Aisyah Radhiyallhu anha Aisyah Radhiyallahu anha memiliki sebutan lain, yang di dalam bahasa Arab diistilahkan dengan Kunyah’, dan sebutan Aisyah adalah Ummu Abdillah. Sebutan ini berasal dari Nabi Muhammad, ketika Aisyah meminta kepada beliau untuk memberinya kunyah’ atau sebutan sebagaimana istri-istri yang lain. Lalu Nabi memberinya kunyah sebutan Ummu Abdillah. Julukan-julukan Laqab Aisyah Radhiyallahu anha Aisyah juga memiliki julukan-julukan yang menunjukkan kemuliaan dan kehormatannya; Ummul Mukminin Ibundanya orang-orang yang beriman Yang sangat menakjubkan adalah sebutan ini didapatkan langsung dari Allah, yaitu ketika Allah berfirman وَ أَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُكُم “Dan istri-istrinya istri Nabi Muhammad adalah ibu-ibu kalian orang-orang yang beriman.” [QS. Al-Ahzab, 6] Ini adalah julukan Aisyah yang paling terkenal, dan istri-istri Nabi yang lainnya juga dijuluki dengan julukan ini. Habibatu Rasulillah Wanita yang sangat dicintai Rasulullah Suatu ketika Nabi ditanya “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Nabi menjawab “’Aisyah”. [HR. Bukhari Muslim] Umar radhiyallahu anhu berkata “Sesungguhnya dia Aisyah adalah Habibatu Rasulillah’ wanita yang sangat dicintai Rasulullah.” Al-Mubarra-ah Wanita yang dibersihkan dari tuduhan Julukan ini berasal dari ayat Al-Qur’an yang berisi pembelaan Allah kepada Aisyah yang saat itu dituduh berselingkuh oleh orang-orang munafik. Yaitu firman Allah وَ الطَّيِّبَاتُ للطَّيِّبيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ للطَّيِّبَاتِ أُولئك مُبَرَّءُونَ مِمّاَ يَقُوْلُوْنَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ و رِزْقٌ كَرِيْمٌ “Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula, mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga.” [An-Nuur, 26] Di dalam ayat ini ada sebuah celaan bagi orang-orang yang menuduh Aisyah saat itu, dan pujian bagi orang-orang yang membantah tuduhan-tuduhan itu. [Fathul Qadir, Imam Syaukany] Hingga, salah seorang perawi hadits yang bernama Masruq’, setiap kali meriwayatkan hadits dari Aisyah, masruq mengatakan “Telah menyampaikan hadits kepadaku Ash-Shiddiqah Aisyah binti Ash-Shiddiq Abu Bakar, Habibatu Habibillah Nabi Muhammad, Al-Mubarra-ah.” Ath-Thayyibah Wanita yang baik Allah telah memberi persaksian akan kesucian Aisyah melalui firman Nya وَ الطَّيِّبَاتُ للطَّيِّبيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ للطَّيِّبَاتِ أُولئك مُبَرَّءُونَ مِمّاَ يَقُوْلُوْنَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ و رِزْقٌ كَرِيْمٌ “Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula, mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga.” [An-Nuur, 26] Ash-Shiddiqah Wanita yang sangat jujur Imam Masruq, Hakim dan Ibnu Hajar memberi julukan kepada Aisyah dengan Ash-Shiddiqah. Al-Humairaa’ Nabi pernah memanggil Aisyah dengan mengatakan “Wahai Humairaa’”, dan kata Humairaa’ berasal dari kata Ahmar’ yang artinya merah’. Namun, bukan berarti kulit Aisyah warnanya merah, akan tetapi maksudnya adalah kulit Aisyah berwarna putih yang bercampur dengan warna kemerahan. Dan warna seperti ini adalah warna yang paling indah. Dan orang Arab biasa menggunakan kata merah’ untuk mengungkapkan warna putih pada kulit. Al-Muwaffaqah Wanita yang diberi hidayah Nabi juga pernah memanggil Aisyah dengan mengatakan “Wahai Muwaffaqah.” Berdasarkan hadits riwayat Ahmad dan Tirmidzy, dan sanad haditsnya dinilai shahih oleh syaikh Ahmad Syakir. Mengenal Beberapa Keluarganya Ayahnya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu, khalifah pertama, sekaligus yang pertama masuk Islam, sedangkan ibunya adalah Ummu Ruman radhiyallahu anha. Aisyah memiliki beberapa saudara, yaitu Abdurrahman, Abdullah, Asma’, Ummu Kultsum, dan Muhammad. Semua bibinya adalah shahabiyat’ wanita yang bertemu dengan Nabi, beriman kepada Nabi dan meninggal di atas iman, yaitu Ummu Amir, Quraibah dan Ummu Farwah. Lahir di Masa Islam di Tengah-tengah Keluarga Muslim Aisyah lahir di Mekah, sekitar empat atau lima tahun setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi seorang Nabi. Keistimewaan dari Aisyah dalam hal ini adalah beliau lahir di masa Islam, bukan di masa Jahiliyah, sehingga Aisyah tidak pernah mengalami masa jahiliyah. Selain itu, Aisyah dilahirkan dari dua orang muslim yang termasuk orang-orang yang pertama-tama beriman kepada Nabi, yaitu Abu Bakar dan Ummu Ruman. Sehingga keluarga di mana Aisyah lahir dan tumbuh berkembang adalah keluarga muslim pertama’. Ibadahnya Jika kita membaca riwayat yang menceritakan tentang ibadah Aisyah Ummul Mu’minin, niscaya tanpa ragu sedikitpun kita akan mengatakan bahwa Aisyah adalah ahli ibadah. Dan berikut ini beberapa contohnya Salah satu keponakan Aisyah yang bernama Al-Qasim menceritakan “Aku punya kebiasaan jika keluar rumah aku mulai dengan mendatangi rumah Aisyah radhiyallahu anha, aku beri salam kepadanya. Pada suatu hari, aku keluar rumah, ternyata Aisyah radhiyallahu anha sedang berdiri, shalat sunnah dan membaca firman Allah surat Ath-Thur, 28 فَمَنَّ اللهُ عَلَيْنا و وَقَانا عَذابَ السَّمُوم Sambil berdoa dan menangis, mengulang-ulanginya. Aku berdiri menunggu Aisyah selesai shalat, hingga aku sendiri kelelahan, lalu aku pergi ke pasar untuk keperluanku, kemudian aku kembali dari pasar, ternyata Aisyah masih berdiri seperti sebelumnya, shalat sambil menangis.” [Dari kitab yang berjudul “Aisyah Ummul Mukminin”, sebuah ensiklopedi’ yang khusus membahas Aisyah radhiyallahu anha, yang asalnya adalah kumpulan beberapa karya ilmiah terkait dengan Aisyah radhiyallahu anha, yang diterbitkan yayasan Ad-Durar As-Saniyyah’, Saudi] Oleh Fajri NS
Aisyahradhiyallahu 'anha mengatakan, surat ini baru diturunkan setelah Rasulullah serumah dengan Aisyah di Madinah. Demikian pula ayat 8 ini juga termasuk ayat madaniyah. Surat An Nisa' Ayat 8 dan Artinya Tafsir Surat An Nisa' Ayat 8 1. Tuntunan Waris dan Berbuat Baik kepada Kerabat 2. Berbuat Baik kepada Anak Yatim dan Orang Miskin 3.
Teks Jawaban yang dimaksud dalam pertanyaan di atas adalah apa yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwa ia berkata لَمَّا كَانَتْ لَيْلَتِي الَّتِي كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا عِنْدِي ، انْقَلَبَ فَوَضَعَ رِدَاءَهُ ، وَخَلَعَ نَعْلَيْهِ ، فَوَضَعَهُمَا عِنْدَ رِجْلَيْهِ ، وَبَسَطَ طَرَفَ إِزَارِهِ عَلَى فِرَاشِهِ ، فَاضْطَجَعَ ، فَلَمْ يَلْبَثْ إِلَّا رَيْثَمَا ظَنَّ أَنْ قَدْ رَقَدْتُ ، فَأَخَذَ رِدَاءَهُ رُوَيْدًا ، وَانْتَعَلَ رُوَيْدًا ، وَفَتَحَ الْبَابَ فَخَرَجَ ، ثُمَّ أَجَافَهُ رُوَيْدًا ، فَجَعَلْتُ دِرْعِي فِي رَأْسِي ، وَاخْتَمَرْتُ ، وَتَقَنَّعْتُ إِزَارِي ، ثُمَّ انْطَلَقْتُ عَلَى إِثْرِهِ ، حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ ، فَأَطَالَ الْقِيَامَ ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ انْحَرَفَ فَانْحَرَفْتُ ، فَأَسْرَعَ فَأَسْرَعْتُ ، فَهَرْوَلَ فَهَرْوَلْتُ ، فَأَحْضَرَ – أي ركض - فَأَحْضَرْتُ ، فَسَبَقْتُهُ فَدَخَلْتُ ، فَلَيْسَ إِلَّا أَنِ اضْطَجَعْتُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ مَا لَكِ يَا عَائِشُ ، حَشْيَا رَابِيَةً ؟ - الحشا التهيج الذي يعرض للمسرع في مشيه بسبب ارتفاع النفس ، رابية مرتفعة البطن - قَالَتْ قُلْتُ لَا شَيْءَ . قَالَ لَتُخْبِرِينِي أَوْ لَيُخْبِرَنِّي اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ . قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي ، فَأَخْبَرْتُهُ . قَالَ فَأَنْتِ السَّوَادُ الَّذِي رَأَيْتُ أَمَامِي ؟ قُلْتُ نَعَمْ . فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي ، ثُمَّ قَالَ أَظَنَنْتِ أَنْ يَحِيفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ ؟ - أي هل ظننت أني أظلمك بالذهاب إلى زوجاتي الأخرى في ليلتك - قَالَتْ مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللهُ ، نَعَمْ ، قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ ، فَنَادَانِي ، فَأَخْفَاهُ مِنْكِ ، فَأَجَبْتُهُ ، فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ ، وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ ، وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي ، فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ . قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ رواه مسلم 974 “Pada saat giliran hari Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bermalam di rumahku, beliau datang dengan menaruh selendangnya dan melepas sandalnya, beliau meletakkan keduanya di dekat kaki beliau, dan membentangkan kainnya di atas tempat tidurnya, seraya beliau merebah, beliau mengira saya sudah tertidur, sesaat setelah itu beliau mengambil kembali selendang dan memakai kedua sandalnya, lalu membuka pintu dan keluar, saya memakai baju saya dan memakai hijab saya dan saya memakai kain saya, kemudian saya mengejar beliau, sesampainya beliau di Baqi’ beliau berdiri dalam waktu lama, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali, kemudian beliau belok saya juga ikut belok, beliau berjalan cepat, saya pun demikian, beliau lari-lari kecil, saya juga melakukannya, beliau menghentakkan kaki, saya pun ikut melakukannya. Saya mendahului beliau dan masuk rumah langsung tidur, baru beliau masuk dan bersabda “Ada apa denganmu wahai Aisyah ?, kenapa terburu-buru sampai nafasmu tersengal-sengal ?, ia menjawab “Tidak ada apa-apa”. Beliau bersabda “Kamu akan memberitahukan yang sebenarnya atau saya akan diberitau oleh Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui ?!”. Ia berkata “Wahai Rasulullah, demi Alloh, saya akan memberitahukan yang sebenarnya. Beliau bersabda “Apakah kamu adalah sesuatu yang hitam yang saya lihat di depan saya ?”. Saya menjawab “Ya, maka beliau mendorong dada saya dengan dorongan yang menyakitkan, lalu bersabda “Apakah kamu mengira bahwa Alloh dan Rasul-Nya akan berlaku dzalim kepadamu ?, maksudnya “Apakah kamu mengira saya akan mendzalimimu untuk pergi ke rumah istri-istri saya yang lain pada malam giliranmu ?”, ia menjawab “Meskipun semua orang menyembunyikan hal itu, Alloh Maha Mengetahui ?, ya beliau bersabda “Sungguh Jibril telah mendatangiku ketika dia melihatmu sedang tertidur, dia memanggilku, dia menyembunyikannya darimu, saya memenuhi panggilannya dan saya pun menyembunyikannya darimu, dia tidak mau masuk rumah mu pada saat kamu sudah melepaskan baju luar mu, saya juga telah mengira bahwa kamu sudah tertidur, saya tidak mau membangunkanmu, saya hawatir kamu akan marah ?, maka malaikat Jibril berkata “Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi kuburan Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka kepada Alloh”. Saya berkata “Apa yang harus saya katakan kepada mereka ?”, beliau bersabda “Ucapkanlah “Keselamatan bagi penduduk pemukiman kuburan ini bagi mereka kaum mukminin dan muslimin, semoga Alloh memberikan rahmat kepada para pendahulu kita dan kepada mereka yang akan datang, dan sungguh kami akan menyusul kalian semua”. HR. Muslim 974 Penjelasan dari syubhat yang tertera dalam pertanyaan di atas bisa beberapa hal, di antaranya adalah Pertama Perkataan Aisyah –radhiyallahu anha- فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي “Maka beliau telah mendorong dada saya dengan dorongan yang menjadikan saya merasa kesakitan”. Menunjukkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dari beliau –shallallahu alaihi wa sallam-, dan hanya “al Lahd” yang berarti dorongan di dada atau “Al Lakzu” mendorong dengan tangan mengepal, namun hal itu tidak sampai kepada pukulan sebenarnya dengan tujuan untuk menyakiti atau menjadikannya hina, bahkan disebutkan di dalam Lisan Al Arabi 3/393 bahwa di antara makna “al Lahd” adalah “al Ghomzu” menunjuk dengan tangan, dan di dalam Taajul Aruusy 9/145 bahwa di antara makna “Al Lahd” adalah “adh Dhoghtu” tekanan. Abu Ubaid al Qosim bin Salam –rahimahullah- telah berkata “لَهَدتُّ الرجل ألهده لهداapabila dia telah mendorongnya”.Gharib al Hadits 4/260 Ibnu Faris –rahimahullah- berkata “لهدت الرجل adalah saya telah mendorongnya”. Mujmal al Lughah 796 Ibnul Atsir –rahimahullah- berkata “Al Lahdu adalah dorongan kuat di dada”. An Nihayah 4/281 Semua makna di atas adalah sinonim satu sama lain yang berarti menunjukkan bahwa Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- tidak memukulnya seperti yang diinginkan oleh mereka yang ingin menghina beliau, akan tetapi beliau menunjuknya dengan tangan, mendorongnya di dadanya hingga ia merasakan sakit, akan tetapi rasa sakit yang ringan yang tidak disengaja, tujuannya sebagai peringatan dan pembelajaran. Kedua Kalau saja pembaca hadits di atas membacanya dengan berlahan-lahan, maka pasti ia akan mengetahui bahwa hadits tersebut menjadi salah satu dalil akan keagungan akhlak Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, sebagai seorang laki-laki yang hidup bersama istrinya dalam beberapa tahun lamanya, sementara ada beberapa perilaku istrinya yang kurang baik karena rasa cemburu yang menjadi sifat bawaan setiap wanita, kemudian juga tidak diketahui bahwa beliau –shallallahu alaihi wa sallam- yang memulai menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan kecuali apa mereka klaimkan kekerasan rumah tangga itu ada pada hadits di atas, meskipun banyaknya para perawi yang meriwayatkan tentang semua rincian kehidupan beliau –shallallahu alaihi wa sallam-, semua itu menjadi dalil akan kesempurnaan beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Adapun mereka orang-orang yang dengki, para pencela mereka mencari-cari kalau saja beliau –shallallahu alaihi wa sallam- telah memukul istrinya dengan pukulan yang parah, atau minimal pukulan yang menyakitkan sebagai kekerasan dan penghinaan, akan tetapi mereka gagal dan tidak berhasil menemukan, tujuan mereka pada hadits di atas adalah perkataan Aisyah –radhiyallahu anha- berkata فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي “Maka beliau mendorong dada saya dengan dorongan yang menyakitkan”. Barang siapa yang ingin memukul dan menghinakannya tentu tidak hanya dengan dorongan di dadanya, akan tetapi menggunakan semua kekuatannya pada semua sisi tubuh dan wajahnya, dan akan meninggalkan bekas penganiayaan pada tubuh yang dipukulinya, dan kami tidak menemukan semua itu pada hadits Aisyah –radhiyallahu anha-. Ketiga Hadits ini menunjukkan akan kesempurnaan akhlak Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, kasih sayang beliau, kelembutan hati beliau –alaihis shalatu was salam-; karena beliau tidak berlaku keras, tidak memukul dan tidak menghina, akan tetapi beliau menyalahkan dengan cara yang lembut tujuannya untuk memberikan pelajaran kepada Aisyah –radhiyallahu anha- dan semua umat Islam setelahnya. Sungguh Alloh dan Rasul-Nya tidak berlaku dzalim kepada siapapun, dan bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk bersuudzon kepada Alloh dan Rasul-Nya, bahkan menjadi kewajiban seseorang untuk berhusnudzon kepada Alloh dan ridho dengan semua pembagian Alloh –azza wa jalla-, bahwa dorongan/tepukan tersebut menjadi salah satu metode pendidikan dan pengajaran dan peringatan kepada perkara besar dan penting agar tidak terlupakan oleh Aisyah, meskipun ada rasa cemburu kepada Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dan rasa cintanya kepada beliau, maka Nabiyullah –shallallahu alaihi wa sallam- bukanlah tempat yang diperkirakan akan mendzalimi seorang istri demi para istrinya yang lain, tidak mungkin hal itu dilakukan oleh beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Keempat Yang menunjukkan bahwa dorongan beliau bukan termasuk pukulan yang menyakitkan, akan tetapi untuk pengajaran dan peringatan, percakapan yang lengkap antara Nabi –sahallallahu alaihi wa sallam- dan istrinya Aisyah adalah percakapan yang bermanfaat dan sejuk yang menunjukkan kasih sayang seorang mu’allim dan murabbi –shallallahu alaihi wa sallam-, karena beliau menjelaskan sebabnya keluar rumah pada waktu yang larut malam, beliau –shallallahu alaihi wa sallam- membuka pintu pelan-pelan pada saat keluar rumah dengan tanpa suara agar tidak sampai membangunkan istrinya, penjelasan dan permintaan maaf tersebut dilakukan tanpa rasa marah apalagi sengaja menyakiti, namun berasal dari seorang suami yang mulia, pengasih dan penyayang, menghormati istrinya, menjelaskan alasannya, menjelaskan dengan rinci apa yang sebenarnya terjadi, agar dia juga ikut menyimak ceritanya, hingga tercipta di dalam dirinya rasa kepercayaan kepada suaminya yang ikhlas dan jujur. A’isyah berkata مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللهُ ، نَعَمْ ، قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ ، فَنَادَانِي ، فَأَخْفَاهُ مِنْكِ ، فَأَجَبْتُهُ ، فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ ، وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ ، وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي ، فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ . قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ . ““Meskipun semua orang menyembunyikan hal itu, Alloh Maha Mengetahui ?, ya beliau bersabda “Sungguh Jibril telah mendatangiku ketika dia melihatmu, dia memanggilku, dia menyembunyikannya darimu, saya memenuhi panggilannya dan saya pun menyembunyikannya darimu, dia mau masuk rumah mu pada saat kamu sudah melepaskan bajumu, saya juga telah mengira bahwa kamu sudah tidur, saya tidak mau membangunkanmu, saya hawatir kamu akan marah ?, maka malaikat Jibril berkata “Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi kuburan Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka kepada Alloh”. Saya berkata “Apa yang harus saya katakan kepada mereka ?”, beliau bersabda “Ucapkanlah “Keselamatan bagi penduduk pemukiman kuburan ini bagi mereka kaum mukminin dan muslimin, semoga Alloh memberikan rahmat kepada para pendahulu kita dan kepada mereka yang akan datang, dan sungguh kami akan menyusul kalian semua”. Seorang yang jujur dan ikhlas akan memikirkan untuk mencari kebenaran, keadaan seorang suami yang mempunyai urusan penting pada saat ia tidur diranjang dengan istrinya pada malam hari, kemudian beliau ingin keluar rumah namun tidak mau membangunkannya dari tidurnya karena hawatir akan mengganggu tidurnya, beliau juga enggan jika ia bangun akan marah, dan merasa hawatir akan kehilangan suaminya yang berada di sisinya secara tiba-tiba. Kelima Kalau kami sebutkan semua hadits-hadits yang menunjukkan kesantunan beliau –shallallahu alaihi wa sallam- kepada para istri beliau maka bisa jadi sampai berlembar-lembar, karena beliau memang sosok yang penyantun, penyayang pada kondisi-kondisi tertentu yang kalau dihadapi oleh seorang suami biasa sudah bisa dipastikan tidak mampu menahan ketenangan dirinya, kecuali beliau yang mempunyai akhlak yang agung –shallallahu alaihi wa sallam- yang menghiasi dirinya dengan sifat sabar dan santun, bahkan menahan semua hal yang akan menyakiti istrinya. Di antaranya adalah yang sebagaimana diriwayatkan oleh Ummu Salamah –radhiyallahu anha- أَنَّهَا أَتَتْ بِطَعَامٍ فِي صَحْفَةٍ لَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ ، فَجَاءَتْ عَائِشَةُ مُتَّزِرَةً بِكِسَاءٍ ، وَمَعَهَا فِهْرٌ – وهو حجر ملء الكف -، فَفَلَقَتْ بِهِ الصَّحْفَةَ ، فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ فِلْقَتَيْ الصَّحْفَةِ ، وَيَقُولُ كُلُوا ، غَارَتْ أُمُّكُمْ . مَرَّتَيْنِ ، ثُمَّ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَحْفَةَ عَائِشَةَ ، فَبَعَثَ بِهَا إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ ، وَأَعْطَى صَحْفَةَ أُمِّ سَلَمَةَ عَائِشَةَ رواه النسائي في " السنن " 3956 وصححه الألباني في " صحيح النسائي " “Pada saat ia membawa makanan di atas piringnya kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat beliau, maka Aisyah datang dengan memakai pakaian bawahan tertentu dengan membawa batu sebesar genggaman tangan dan memecahkan sebuah piring, maka Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- mengumpulkan pecahan piring tersebut dan bersabda “Kalian semua silahkan makan, ibu kalian sedang cemburu dua kali”. Kemudian Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- mengambil piringnya Aisyah untuk diberikan kepada Ummu Salamah, dan memberikan piring Ummu Salamah yang pecah kepada Aisyah”. HR. Nasa’i dalam As Sunan 3956 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih an Nasa’i Dari Nu’man bin Basyir –radhiyallahu anhu- berkata جَاءَ أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَسَمِعَ عَائِشَةَ وَهِيَ رَافِعَةٌ صَوْتَهَا عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَذِنَ لَهُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ يَا ابْنَةَ أُمِّ رُومَانَ وَتَنَاوَلَهَا ، أَتَرْفَعِينَ صَوْتَكِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ فَحَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا ، قَالَ فَلَمَّا خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ جَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ لَهَا يَتَرَضَّاهَا أَلَا تَرَيْنَ أَنِّي قَدْ حُلْتُ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَكِ . قَالَ ثُمَّ جَاءَ أَبُو بَكْرٍ ، فَاسْتَأْذَنَ عَلَيْهِ ، فَوَجَدَهُ يُضَاحِكُهَا ، قَالَ فَأَذِنَ لَهُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ لَهُ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللهِ أَشْرِكَانِي فِي سِلْمِكُمَا ، كَمَا أَشْرَكْتُمَانِي فِي حَرْبِكُمَا رواه أحمد في " المسند " 30/341-342 وقال المحققون إسناده صحيح على شرط مسلم. “Pada saat Abu Bakar mendatangi Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- meminta izin untuk masuk, dia mendengar Aisyah bersuara keras kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-, maka beliau mengizinkannya masuk, masuklah Abu Bakar dan berkata Wahai anak perempuan dari Ibu Ruuman dan ia memakannya, apakah kamu mengangkat suaramu di hadapan Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- ?. Maka Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menjadi penengah antara Aisyah dan ayahandanya, setelah Abu Bakar keluar rumah, maka Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda kepada Aisyah untuk mencari keridhoannya “Tidakkah kamu melihat bahwa saya telah membantu menyelesaikan masalahmu dengan ayahandamu. Kemudian Abu Bakar datang lagi dan meminta izin kepada beliau, maka ia mendapati Rasulullah sedang bercanda dengan Aisyah. Maka beliau mengizinkannya masuk, seraya Abu Bakar berkata “Wahai Rasulullah, sertakan saya dalam kedamaian anda berdua, sebagaimana kalian berdua telah menyertakan saya pada perselisihan anda berdua”. HR. Ahmad dalam Al Musnad 30/341-342, Para pentahqiq berkata “Sanadnya hasan sesuai dengan syarat Imam Muslim Maka hendaknya orang-orang yang dengki itu mengambil pelajaran, betapa banyak kasih sayang Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- kepada istrinya Aisyah –radhiyallahu anha- , begitu besar juga cinta beliau kepadanya hingga pada kondisi-kondisi yang keras di hadapan para tamunya ia memecahkan piring makanan di hadapan mereka, seraya beliau mencarikan penyebabnya dengan bersabda غارت أمكم “ibu kalian sedang cemburu”. Bukankah rasa cemburu itu yang menjadi penyebab Aisyah –radhiyallahu anha- ikut keluar rumah di belakang Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dari rumahnya pada malam tersebut, karena ia mengira bahwa beliau keluar akan menemui para istri beliau yang lain, semua itu tidak menjadikan beliau –shallallahu alaihi wa sallam- berlaku kasar kepadanya dengan memukul dengan pukulan yang menyakitkan yang banyak terjadi pada suami biasa. Keenam Jika “al Lahdah” dorongan/tepukan itu berarti pukulan sebenarnya dengan keras, maka Aisyah –radhiyallahu anha- akan menangis karenanya sebagaimana para gadis yang sebaya dengannya dan akan memperlihatkan rasa sakitnya dan akan mengingkarinya, akan tetapi dia tidak melakukannya, akan tetapi dia segera melanjutkan pembicaraannya bersama Nabi –shallallahhu alaihi wa sallam- dan bertanya dengan penuh kesopanan tentang dzikir yang disunnahkan pada saat ziarah kubur, maka hal itu menunjukkan bahwa dorongan/tepukan tersebut tidak lain kecuali merupakan pendidikan dan peringatan semata, dan bahwa Aisyah –radhiyallahu anha- tidak merasakan kecuali rasa sakit yang paling ringan yang hal itu selalu dicari-cari oleh mereka para pencela Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-. Ketujuh Kemudian kami juga berpendapat Jika seorang suami memukul istrinya –jika sebatas pukulan biasa tanpa ada unsur merendahkan dan penghinaan dan hal itu memang dibutuhkan- maka hal itu dibolehkan oleh al Qur’an al Karim الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا النساء/34. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. QS. An Nisa’ 34 Aisyah –radhiyallahu anha- telah berbuat kesalahan karena keluar rumah tanpa seizin dari suaminya –shallallahu alaihi wa sallam- namun alasannya karena untuk mengikuti suaminya, dan bahwa ia merasa tenang dengan berada didekat beliau, beliau pun mengetahui keberadaan istrinya. Akan tetapi perilaku Aisyah adalah sebuah kesalahan, namun bersamaan itu Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- tidak menggunakan apa yang dibolehkan al Qur’an al Karim memukulnya dengan pukulan yang ringan, kalau saja beliau menggunakannya maka hal itu masih dianggap wajar. Menjadi hak beliau untuk memberikan sangsi pada sebuah kesalahan, sebagaimana Nabi Musa –alaihis salam- memegang rambut kepala saudaranya Nabi Harun sambil menariknya ke arahnya. Akan tetapi Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menggunakan dorongan pada dada istrinya disertai peringatan Alloh –azza wa jalla-, tentu yang demikian itu termasuk kesempurnaan akhlak beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Wallahu a’lam. tSun2PO.
  • pnkdce81co.pages.dev/279
  • pnkdce81co.pages.dev/75
  • pnkdce81co.pages.dev/267
  • pnkdce81co.pages.dev/186
  • pnkdce81co.pages.dev/257
  • pnkdce81co.pages.dev/239
  • pnkdce81co.pages.dev/304
  • pnkdce81co.pages.dev/212
  • pnkdce81co.pages.dev/19
  • berikut ini yang bukan kandungan dari hadits aisyah radhiyallahu anha